Menjelajahi Bumi Massenrempulu—julukan Kabupaten Enrekang—Sulawesi Selatan tak akan lengkap jika tak mencicipi dangke, makanan khas tradisional yang terbuat dari susu sapi atau kerbau. Warnanya putih seperti tahu, teksturnya lembut, dan rasanya gurih mirip keju.
Dangke ini telah dikenal sejak 1905, saat itu kita masih dijajah Belanda. Konon, kata dangke ini adalah hasil percakapan peternak dan Pastor Belanda dengan peternak kerbau pembuat dangke, si peternak memberi dangke, lalu sang pastor berkata dangk U—terima kasih dalam bahasa Belanda. Sedangkan ucapan terima kasih dalam kosa kata Jerman dikenal ‘Danke’, sedikit mirip dengan dangke.
Makanan khas Enrekang ini terbuat dari fermantasi susu kerbau atau sapi yang diolah secara tradisional.
Irma Malik, 36 tahun, produsen dangke di Desa Cendana, Kecamatan Cendana mengatakan, pembuatan dangke dilakukan dengan merebus campuran susu sapi, garam dan getah pepaya atau sari buah pepaya muda. Nah, getah pepaya ini memiliki kandungan enzim-enzim protease yaitu papain dan kimopapain yang berfungsi sebagai pengurai protein.
Hasil rebusan kemudian disaring untuk memisahkan airnya, kemudian dicetak menggunakan tempurung kelapa. Dangke dapat langsung disajikan atau diolah lagi agar lebih bervariasi. Menurut Irma, getah pepaya ini dapat diganti air jeruk nipis, dimana rasa dangke akan sedikit asam. Sedangkan getah pepaya akan menghasilkan dangke yang sedikit berasa pahit. “Jadi perhatikan takaran getah pepayanya, jangan terlalu banyak,” katanya.
Melihat bahan bakunya, dangke tergolong makanan sehat yang sangat bergizi. Sebuah dangke dijajakan dengan kisaran harga Rp 12-15 ribu sebuah.
Umumnya dangke alias ‘Keju Enrekang’ ini dipanggang, lalu disajikan bersama cobe’-cobe’ atau sambal tomat. Rasa dangke nan gurih mirip keju ini sangat cocok dengan lidah ‘bule’ yang sehari-hari mengkonsumsi keju. Bagi lidah Indonesia, mungkin dangke akan sedikit member rasa enek, untuk menetralisir rasa tersebut maka dimakan bersama sambel pedas dengan tambahan perasan jeruk nipis dan sedikit garam. Tapi jika dangke digoreng garing akan mengurangi rasa eneknya.
Hampir semua restoran atau café di Enrekang menyajikan dangke sebagai salah satu menu pilihan, seperti rumah makan Bukit Indah dan Villa Bambapuang dengan harga antara Rp 25-30 ribu seporsi, yang isinya lima potong dangke.
Karena dangke ini adalah makanan khas di Enrekang, istri Bupati Enrekang Andi Silvi La Tinro, 46 tahun, selalu menghadirkan dangke panggang untuk menjamu para tamunya. Kamis lalu, saat berkunjung ke Enrekang, kami dijamu dangke dan pulu mandoti—beras merah khas Enrekang yang mengeluarkan aroma harum. “Dangke ini sangat cocok dinikmati bersama pulu mandoti,” katanya, sambil mempersilahkan.
Selain dipanggang dan digoreng, dangke ini juga bisa dibuat sate atau nugget, bahkan dibuat kerupuk. Cara pembuatannya pun tak kalah sederhana, dimana dangke sebagai bahan utama ditambahkan tepung beras dan garam. Dibuat adonan lalu dibentuk sesuai selera, tapi sebaiknya tipis agar setelah digoreng kerupuknya kriuk-kriuk.
Ternyata tidak semua bagian susu menjadi dangke, tergantung pada kualitas susunya yang meliputi kadar bahan kering. Sisanya dalam bentuk cairan yang dikenal sebagai whey dangke ternyata bisa dioleh menjadi minuman fungsional. Hasil penelitian dosen Universitas Hasanuddin Fatma dalam disertasinya menyebutkan whey dangke ini dapat diolah menjadi produk minuman fermentasi.
Via : Tempo.co
Via : Tempo.co
Cara Membuat Dangke Dari Susu SapiDangke merupakan makanan khas kabupaten enrekang, sulawesi selatan. Makanan daerah...
Dikirim oleh Suara Bontang pada 11 Januari 2016